Tuesday 4 December 2012

0
Komen

Beginilah Islam Berinteraksi Sosial



Islam bukan sekadar Agama teologi yang dogmatis. Tapi ajaran Islam mengandung nilai-nilai aplikatif, sempurna, yang mengatur konsep hidup, mulai dari yang terbesar hingga terkecil.

Konsep Islam dalam kehidupan telah termaktub dalam Al Qur’an dan Hadits, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, yang dilanjutkan oleh para sahabat Assalafu shaleh. Konsep-konsep hidup tersebut, terutama berkenaan dengan akhlak dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari.

Konsep akhlak tersebut,  bak mutiara yang tetap terjaga dan dilaksanakan umat Islam hingga hari ini, dan sampai roda dunia masih berputar. Selama kaum muslimin masih tetap berpegang teguh dengan dua kitabnya, Al Qur’an dan Hadits. Selama itu pula konsep akhlakul kharimah Islam akan tetap menjadi pedoman dasar kaum muslimin dalam menjaga hubungan manusia, tanpa membeda-bedakan Suku, Agama dan Ras.

Hubungan dengan Manusia

Islam sebagai agama yang paripurna dan sempurna. Tidak hanya, menjaga hubungan secara vertikal (hubungan dengan Allah), yang mengabaikan hubungan horisontal (hubungan dengan manusia). Sama sekali tidak. Sebaliknya, Islam tetap menekankan kewajiban beribadah kepada Allah. Namun, kewajiban berbuat baik kepada manusia, tetap harus di jaga.

Begitu banyak dalil dan nash-nash dalam Al Qur’an dan hadits, yang menjelaskan tentang hubungan baik dan berakhlakul karimah kepada manusia. Bahkan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam di utus kebumi ini untuk menyempurnakan akhlak manusia. “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya).

Logika sederhananya, jika Allah Azza Wajalla mengutus Rasulullah sebagai penyempurna akhlak bagi manusia. Tentu saja, Rasulullah lebih sempurna akhlaknya. Pengakuan akan kesempurnaan Akhlak Rasulullah termaktub dalam Firmannya; “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung” (QS; Al Qalam : 4).

Keagungan akhlak Rasulullah, bukan hanya diperuntukkan bagi kaum muslimin. Tapi bagi seluruh umat manusia. Hal telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupannya. Tersebutlah sebuah kisah di masa kehidupan Rasulullah, ada tetangganya, seorang Yahudi. Acapkali tetangga Yahudi Rasulullah melemparkan tahi pada Rasulullah. Bahkan suatu ketika tahi tersebut mengenai dada Rasulullah, membuat putri nya Fatimah naik pitam, dan mengutuk Yahudi tersebut. Namun, Rasulullah tetap bersabar.

Sampai suatu ketika, Orang Yahudi ini,  tidak melempari Rasulullah tahi. Rasulullah malah heran, dan bertanya-tanya, kenapa tidak datang melemparinya. Usut punya usut. Ternyata orang Yahudi tidak datang melempari tahi Rasulullah karena sakit. Mendengar khabar tersebut, Rasulullah langsung menjenguk Yahudi tersebut. Yahudi tersebut kagum akan akhlak Rasulullah. Betapa tidak, orang yang selalu di lempari tahi, malah datang menjenguknya ketika sakit. Akhirnya, yahudi tersebut menyatakan masuk Islam dan bersyahadat di depan Rasulullah.

Sepenggal kisah di atas, bukanlah kisah satu-satunya kisah yang menceritakan akhlakul kharimah Rasulullah, serta sahabat-sahabat lainnya. Cerita di atas di angkat membuktikan bahwa sesungguhnya Islam telah mengajarkan akhlak yang mulia. Akhlak yang terpuji kepada seluruh makhluk ciptaan Allah.

Dalam berinteraksi dan bergaul dengan binatang, Rasulullah telah mengajarkan akhlak yang terpuji. Misalnya saja; dalam menyembeli binatang, Rasulullah mengajarkan supaya menggunakan pisau yang tajam. Tujuannya agar binatang yang disembeli tidak tersiksa.

Beginilah Islam mengajarkan kepada umatnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pola Interaksi yang termaktub dalam Al Qur’an dan Al Hadits, yang dicontohkan oleh Rasulullah. Bukan hanya pola interaksi dengan manusia semata. Tapi, juga dengan makhluk lainnya, dengan binatang, tumbuhan, hingga makhluk tidak hidup sekalipun.

Terlebih lagi pola interaksi antara manusia dengan manusia lainnya. Muslim atau non muslim diatur sedemikian rupa dalam Islam. Mulai dari persoalan sepele hingga persoalan besar. Sebut saja, persoalan buang air kecil, dilarang buang kecil di tempat terbuka dan berdiri, masuk WC dengan kaki kiri, keluar dengan kaki kanan, yang disertai dengan baca doa.

Apabila Islam begitu terperinci mengatur kehidupan, yang biasa disepelekan seperti buang air kecil tadi. Lalu bagaimana dengan kehidupan yang lebih besar? Bagaimana pola interaksi yang rawan dengan gesekan-gesekan dan konflik? Apakah Islam mengatur juga?

Jawabannya sangat jelas, Islam mengatur dengan gamblang dan terperinci. Pola kehidupan bertetangga adalah salah satu pola kehidupan yang rawan dengan gesekan. Dalam persoalan ini, banyak dalil dalam Al Qur’an yang menjelaskan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda yang maknanya, “Tidak beriman seseorang, apabila tetangganya tidak tenang/terganggu, yang disebabkan mulutnya”.(tolong cari perawinya, serta arti sebenarnya)

Sekali lagi beginilah Islam sangat memperhatikan pola interaksi umatnya. Sampai-sampai kerukunan hidup dengan tetangga dikaikan dengan keimanan. Bahkan, Allah Azza wajalla, lewat RasulNya mengancam, bahwa tidak beriman seseorang apabila kerap mengganggu tetangganya.

Olehnya itu dalam Islam diajarkan akhlak bertetangga. Tanpa pandang bulu, baik yang muslim ataupun non  muslim. Seorang muslim dilarang mengganggu tetangga, dilarang mengambil barang tetangga tanpa izin, masuk kerumahnya harus minta izin dan mengucapkan salam.

Masih banyak yang lain, pola-pola interaksi dalam kehidupan bertetangga. Terlebih lagi, dalam interaksi kehidupan di lingkungan yang lebih luas. Sebagaimana sabda Rasulullah; “Salah satu cabang dari keimanan adalah menyingkirkan duri di jalanan”. (tolong juga cari arti lengkapnya, serta perawinya). 

Dalam lingkup interaksi yang lebih luas, dalam kehidupan bernegara Islam juga telah mengatur dan mengajarkan pada umatnya. Islam mengatur bagaimana berakhlak dengan baik dengan pemimpin, bagaimana pemimpin berakhlak kepada orang yang dipimpinnya. Semuanya ada dijelaskan dalam banyak ayat dalam Al Qur’an dan Hadits, yang disertai dengan contoh dari Rasulullah, sahabat, serta para ulama hingga sekarang.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa; 59)

Ayat di atas betapa gamblang menggambarkan etika dan akhlak kepada pemimpin. Seorang yang dipimpin (masyarakat) tetap punya peluang berbeda pendapat dengan pemimpinnya. Perbedaan pendapat tersebut, tidak membuat mereka bermusuhan. Apalagi, saling menjatuhkan, saling mendzhalimi satu sama lain. Sama sekali dalam Islam tidak dibolehkan. 

Sebaliknya, perbedaan tersebut dimusyawarakan agar didapatkan titik temu, yang tidak merugikan, saling menguntungkan kedua belah pihak. Landasan yang dipakai dalam mengukur kebenaran dan mencari titik temu tersebut, tetap mengacu pada Al Qur’an dan Hadits.

Begitu juga sebaliknya. Pemimpin juga harus mempergauli orang yang dipimpinnya. Menyayanginya,. Menghormatinya, serta mendoakan keselamatannya. Hal ini ditegaskan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam sabdanya; ”pemimpin-pemimpinmu yang paling baik adalah orang yang engkau sayangi atau kasihi dan ia menyayangimu (mengasihimu) dan yang engkau do’akan dengan keselamatan dan merekapun mendo’akanmu dengan keselamatan. Dan pemimpin-pemimpinmu yang paling jahat (buruk) ialah orang yang engkau benci dan ia membencimu dan yang engkau laknati serta mereka melaknatimu. Lalu kami (para sahabat) bertaya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah! Apakah tidak kami pecat saja mereka? Rasulullah menjawab: jangan ! selagi mereka masih mendirikan salat bersama kamu sekalian” 

Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim Rasulullah SAW bersabda:”Siapa saja yang membenci atau tidak menyukai sesuatu dari tindakan (pemimpin) maka hendaklah ia bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (belot) dari kepemimpinan (jama’ah) walaupun hanya sejengkal maka matinya tergolong dalam mati orang jahiliyah”.“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa; 59)Ayat di atas betapa gamblang menggambarkan etika dan akhlak kepada pemimpin. Seorang yang dipimpin (masyarakat) tetap punya peluang berbeda pendapat dengan pemimpinnya. Perbedaan pendapat tersebut, tidak membuat mereka bermusuhan. Apalagi, saling menjatuhkan, saling mendzhalimi satu sama lain. Sama sekali dalam Islam tidak dibolehkan.Sebaliknya, perbedaan tersebut dimusyawarakan agar didapatkan titik temu, yang tidak merugikan, saling menguntungkan kedua belah pihak. Landasan yang dipakai dalam mengukur kebenaran dan mencari titik temu tersebut, tetap mengacu pada Al Qur’an dan Hadits.

Begitu juga sebaliknya. Pemimpin juga harus mempergauli orang yang dipimpinnya. Menyayanginya,. Menghormatinya, serta mendoakan keselamatannya. Hal ini ditegaskan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam sabdanya; "pemimpin-pemimpinmu yang paling baik adalah orang yang engkau sayangi atau kasihi dan ia menyayangimu (mengasihimu) dan yang engkau do’akan dengan keselamatan dan merekapun mendo’akanmu dengan keselamatan. Dan pemimpin-pemimpinmu yang paling jahat (buruk) ialah orang yang engkau benci dan ia membencimu dan yang engkau laknati serta mereka melaknatimu. Lalu kami (para sahabat) bertaya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah! Apakah tidak kami pecat saja mereka? Rasulullah menjawab: jangan ! selagi mereka masih mendirikan salat bersama kamu sekalian"  

Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim Rasulullah SAW bersabda:”Siapa saja yang membenci atau tidak menyukai sesuatu dari tindakan (pemimpin) maka hendaklah ia bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (belot) dari kepemimpinan (jama’ah) walaupun hanya sejengkal maka matinya tergolong dalam mati orang jahiliyah”. 

Dua hadis di atas menjelaskan pola hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyatnya. Pemimpin harus orang yang baik dan menyayangi rakyat serta rakyat menyayanginya. Apabila ada sesuatu yang tidak disukai oleh rakyat pada pemimpinnya. Rakyat tidak diizinkan memecatnya, selama pemimpin masih melaksanakan shalat bersama rakyatnya.

Begitulah akhlak Islam dalam mengatur pola dan interaksi umatnya, baik sesama manusia, atau dengan makhluk lainnya. Islam menekankan prinsip saling menghormati, saling menyayangi, tidak saling mencaci, dan mendzhalimi. Sehingga, tudingan bahwa Islam ajaran keras, umatnya kerap berbuat anarkis, teroris dan melanggar HAM. Adalah tudingan tidak benar, tendensius, yang bertujuan mendeskreditkan Islam.

Andai saja ada yang berbuat seperti itu. Pasti mereka tidak memahami Islam secara benar. Menyalahi ajaran Islam. Islampun tidak bisa disalahkan atas perbuatan mereka. Seperti halnya yang lain. Jika, oknumnya berbuat, tidak bisa serta merta disalahkan agama atau institusinya.

Tegas dalam Aqidah

Sekali lagi. Islam bukanlah agama anarkis. Islam adalah yang mengajarkan akhlak yang mulia, kasih sayang dan kelemahlembutan. Islam mengajarkan bergaul dengan manusia, dengan non muslim sekalipun. Dalam persoalan muamalah, Islam terbuka dengan siapaun, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Meskipun begitu tidak berarti Islam, agama yang tidak bisa tegas. Dalam persoalan Aqidah, Islam sangat tegas,  tanpa kompromi, dan tidak tawar menawar. Islam menganut prinsip. “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. Islam tidak akan mencampuradukkan dengan aqidah agama lain.

Islam berlemah-lembut dalam interaksi sosial, tegas dalam persoalan Aqidah. Inilah prinsip ajaran Islam dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat. Prinsip ini harus dipegang teguh oleh setiap kaum muslimin, agar bisa selamat kehidupan dunia dan akhirat.

 (Antang, Rabu/2 Maret 2011/Burhanuddin)

No comments:

Post a Comment

Copyright© Hasil Nukilan : Burhanuddin