Monday 3 December 2012

0
Komen

Saatnya Membenahi Sistem Pendidikan

Salah satu karakteristik bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki SDM yang berkualitas. Kualitas SDM suatu bangsa banyak ditentukan dari kualitas sistem pendidikannya. 

Hal ini dapat dilihat pada beberapa negara di dunia. Misalnya saja Jepang. Pasca pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, Jepang negara yang sangat menderita dan terlantar. Tapi Jepang tidak putus asa dari keterpurukan. SDMnya dibenahi dengan mengirim generasi mudanya belajar ke luar negeri dan membenahi. Sekarang, Jepang menjadi negara maju dalam berbagai hal. 

Begitu juga dengan Malaysia. Dulu Malaysia menjadikan Indonesia sebagai rujukan dalam pendidikan. Malaysia mengeksport tenaga pengajar dari Indonesia. Mahasiswanya banyak dikirim ke Indonesia belajar dan menuntut ilmu. Hasilnya, Malaysia memiliki lembaga-lembaga pendidikan berkualitas. Sekarang berbanding terbalik, mahasiswa dari Indonesia dari berbagai jenjang banyak belajar di Malaysia.
Paradigma yang dibangun negara maju tersebut berbanding terbalik dengan Indonesia. Indonesia tidak mengutamakan pembangunan kualitas manusia. Indonesia mengutamakan pembangunan fisik, gedung mewah bertingkat dengan berbagai fasilitasnya, serta berbagai sarana prasarananya. Meski pembangunan tersebut menggunakan uang pinjaman berupa hutang dari negara lain.
Lebih dari itu,hutang tersebut yang diperuntukan untuk pembangunan, malah banyak dikorupsi oleh berbagai pihak. Bangunnnyapun cepat rusak. Belum selesai cicilan hutang, bangunannya sudah rusak. Indonesia terus dan terus berhutang. Hutang Indonesia sekarang sebesar 1320 trilyun. Sebagian pengamat berpendapat, sampai kiamatpun hutang Indonesia tidak akan bisa dibayar. Jika korupsi kian merajalela, sumber daya alam tidak dikelola negara, serta kualitas SDM. Salah satu langkah nyata dalam membenahi kualitas SDM, adalah membenahi sistem pendidikan, yang memiliki segudang problem.

Problem Sistem Pendidikan 

Berbicara tentang pembenahan kualitas SDM, maka tidak bisa dilepaskan dari bagaimana kualitas sistem pendidikan. Hal ini sebenarnya menjadi dilema, karena justru persoalan pendidikan yang banyak diabaikan oleh pemerintah dari dulu hingga sekarang. Hampir tidak ada produk politik yang membenahi sistem pendidikan.

Meski anggaran 30 persen dari APBN, serta sekolah gratis tidak dinafihkan. Tapi kebijakan tersebut belum terlaksana secara maksimal karena persoalan birokrasi dan kecakapan pengambil kebijakan di daerah, serta disinyalir banyak bocor, dan disalahgunakan. Kebijakan tersebut juga belum menyentuh secara subtansial, dari persoalan pendidikan.

Menurut salah seorang pemerhati masalah pendidikan, M. Hasan Basri Ambarala, ada tiga hal problem pendidikan : Pertama, paradigma pendidikan nasional yang sangat sekuler dan materialistik sehingga tidak menghasilkan manusia yang berkualitas utuh, lahir dan batin. Kedua, semakin mahalnya biaya pendidikan dari tahun ke tahun. Ketiga, rendahnya kualitas SDM yang dihasilkan untuk bersaing secara global.

Selain ketiga persoalan di atas, menurut hemat Penulis problem pendidikan disebabkan pertama, sistem pendidikan banyak dipengaruhi oleh kebijakan politik yang berkuasa.Kedua, rendahnya kualitas guru akibatnya kesejahteraan yang rendah. Sehingga, guru banyak mencari kerja sampingan. Guru lalai dari tugas pokoknya yakni belajar untuk diajarkan siswanya, serta membuat perencanaan mengajar yang baik. ketiga, sarana prasarana yang kurang memadai. Kerap kita saksikan banyak sekolah yang tidak memadai tempatnya mengajarnya, tidak memiliki laboratorium, tidak memiliki perpustakaan. Bahkan banyak yang kekurangan guru.
PoliticalwillpemerintahBerbagai persoalan pendidikan di atas, tidak tinggal diam, berputus asa, dan tinggal berpangku tangan. Sebaliknya, problem-problem pendidikan tersebut harus segera dibenahi, dicari solusi terbaik agar sistem pendidikan dapat melahirkan SDM yang berkualitas.

Baik buruknya kualitas sistem pendidikan banyak ditentukan oleh political will pemerintah dari pusat sampai ke level yang terendah. Terutama dalam melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan secara komprehensif dan mengakar. Tidak setiap saat berubah, berganti rezim berganti pula kebijakan. Sehingga susah dijewantahkan oleh pelaku sistem pendidikan.

Sesungguhnya, kualitas dari sebuah produk sistem pendidikan, tidak hanya ditentukan oleh jumlah anggaran 30 persen dari APBN. Meski, anggaran juga komponen yang sangat menentukan. Guru sebagai pelaku utama dari penerapan sistem pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.

Kualitasnya ditingkatkan dengan memberi ruang, waktu serta biaya untuk meningkatkan kapasitas, kualitas dan pengamalannya, dengan belajar, banyak mengikuti event-event, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tak kalah penting, adalah kesejahterannya, gajinya serta berbagai tunjangan-tunjangan, agar guru dapat fokus mengajar. Tidak mengambil kerja sampingan, sebagai tambahan penghasilan demi tuntutan ekonomi keluarga.

Begitu juga dengan sarana dan prasarana sekolah. Pemerintah harus membenahinya dengan memperbaiki gedung sekolah yang tidak layak pakai, serta menambah fasilitas sekolah. Tentu sangat miris mendengar dan membaca betapa banyak sekolah di Indonesia yang tidak layak pakai, fasilitasnya kurang, ditambah juga guru yang kurang, itupun kadang tidak masuk.

Tak penting lagi, adalah paradigma pendidikan nasional yang sangat sekuler.Dalam UU Sisdiknas N0. 20 Tahun 2003  tampak jelas adanya dikotomi pendidikan agama dan umum yang bisa melahirkan pendidikan sekuler materialistik. Padahal sistem pendidikan yang dikotomis semacam ini telah terbukti gagal melahirkan manusia utuh (soleh) yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan dan perkembangan penguasaan sains dan teknologi.Semoga saja dengan political will pemerintah dengan berbagai kebijakan politik dapat segera menyelesaikan problem pendidikan, sebagaimana solusi yang ditawarkan. Sehingga, SDM Indonesia sejajar dengan SDM negara lain. Dengan demikian bangsa Indonesia dapat mengelola SDA sendiri, dipergunakan untuk kesejateraan rakyat.

No comments:

Post a Comment

Copyright© Hasil Nukilan : Burhanuddin